Ceritaku
Penjual Tisu, Lampu Merah, dan Sebuah Harga Diri yang Tinggi
Assalamualaikum...
Wassalamualaikum...
Halo sobat My Blog My Daily, apakabar kalian semua? Sudah pada mudik atau belum nih? Kalau saya sendiri sih sudah. Buat sobat yang ingin berangkat mudik atau yang sedang dalam perjalanan, semoga sobat semua sampai dan pulang lagi dengan selamat ya.
Kali ini saya ingin bercerita kepada sobat semua tentang sebuah kejadian yang menurut saya cukup menyentuh hati. Sebenarnya kejadian ini sudah cukup lama sob, mungkin tahun lalu. Tetapi entah kenapa saya malah baru bercerita sekarang ini hehehe.
Cerita dimulai
![]() |
Sumber gambar : liputan6.com |
Saya lupa hari apa tapi yang jelas waktu itu siang hari, mungkin sekitar pukul 2 siang. Saya baru saja pulang kuliah, karena saya bukan orang yang suka nongkrong terlebih dahulu, jadinya saya langsung pulang. Bukan kupu-kupu juga sih, saya tetap aktif di organisasi tapi kalau hanya nongkrong-nongkrong doang saya agak malas.
Saya kuliah di salah satu universitas swasta yang ada di Bekasi Timur. Karena saya tinggal di Bekasi Utara, tepatnya di kelurahan Kaliabang Tengah maka ketika pulang saya selalu melewati perempatan lampu merah BCP (Bekasi Cyber Park). Sebenarnya bisa juga kalau lewat Pekayon atau Stasiun, tapi suka macet kalau lewat sana hehehe.
Saat itu saya sedang berhenti di lampu merah di perempatan BCP tersebut. Awalnya saya hanya fokus melihat lampu merah saja, berharap agar cepat hijau karena pada siang itu cuacanya sangat terik. Tetapi ada sebuah kejadian yang cukup menyita perhatian saya dan pengemudi yang lainnya.
Waktu tunggu lampu merah yang lama membuat peluang bagi penjual di jalanan untuk menjajakan dagangannya. Mereka biasanya berjualan tisu, permen, rokok, air mineral, dan bahkan ada yang menawarkan jasa untuk membersihkan kaca mobil.
Saat itu ada seorang anak kecil yang berjualan tisu, jaraknya sekitar dua motor di depan saya. Nah tiba-tiba pengemudi paling depan memangil anak tersebut. Ketika anak kecil penjual tisu itu mendekat, pengemudi tersebut langsung memberikan selembaran uang kepada si anak itu.
Ketika anak tersebut menyerahkan tisunya, si pengemudi malah menolak, dan ternyata sedari awal ia tidak berniat membeli, melainkan hanya ingin memberikan uang kepada si anak kecil. Namun, anak kecil tersebut menolak dan mengembalikan uang pemberian si pengemudi.
Keduanya pun saling teguh terhadap pendiriannya masing-masing. Si pengemudi yang tidak mau menerima tisu dan uangnya kembali, si anak pun tidak mau menerima uang yang diberikan kepadanya.
Karena kejadian tersebut berlangsung cukup lama dan belum membuahkan hasil apa-apa. Pengemudi sekitar pun berkata "udah ambil aja tisunya mba.", "dia maunya di beli dagangannya, dia ngga mau dikasih mba.".
Lampu pun berubah warna dari merah ke hijau. Si anak kecil penjual tisu tadi harus menyerah dan menerima uang yang di berikan mba-mba pengemudi tersebut. Dengan muka masam, si anak kecil pun memasukkan uang yang ia dapat ke dalam saku celananya, entah apa yang akan ia lakukan dengan uang itu nantinya, saya tidak tahu.
Harga Diri yang Tinggi
Saya sangat salut kepada anak kecil tersebut, bahkan saya hampir meneteskan air mata saya setelah melihat kejadian tadi. Walau masih kecil, ia tidak tergiur dengan uang dan memiliki harga diri yang tinggi. Itu terbukti dari cara dia yang selalu menolak uang yang diberikan kepadanya.
Jarang sekali ada anak kecil yang seperti itu. Ia lebih dewasa dibanding anak seusianya, pekerja keras, dan memiliki harga diri yang tinggi. Saya pun waktu kecil kalau dikasih uang ya pasti langsung ambil saja, saya tidak seperti anak kecil penjual tisu itu.
Saya mengerti bahwa niat mba-mba pengemudi itu baik, ia ingin memberikan sedikit harta yang ia punya kepada anak kecil itu. Namun, seharusnya ia juga mengerti kondisinya. Kondisinya adalah si anak itu penjual, lebih baik jika pengemudi tersebut membeli daripada hanya memberikan uang saja.
Kita bisa belajar banyak dari sikap anak kecil penjual tisu itu. Pelajarannya adalah bahwa semua orang memiliki harga diri, bahkan bagi seorang anak kecil sekalipun.
Jika kita ingin membantu seseorang, kita harus memahami kondisi yang ada terlebih dahulu. Jangan sampai niat baik kita untuk membantu, tetapi apa yang kita lakukan malah dianggap merendahkan mereka yang kita bantu.
Semoga dari kejadian ini kita bisa meneladani sikap si anak kecil penjual tisu tersebut.
Wassalamualaikum...
4 Comments
Saya salut dgn si anak penjual tissue yg tdk mau menerima pemberian uang begitu saja tanpa dia bekerja,....sebenarnya kalau kasian dibeli saja tissue nya yg banyak maka dia akan senang krn dia bukanlah seorang pengemis
ReplyDeleteIya bener bang, si anak kekeuh banget ga mau dikasih uang, tapi sayangnya yang ngasih juga kekeuh ga mau nerima balik uangnya atau nerima tisu dagangan si anak kecil itu.
DeleteYaelah, lu anak Bekasi toh. Yuk kapan-kapan main sesama blogger.
ReplyDeleteWahhh salut gw sama anak kecil itu. Jarang-jarang loh ada yang kaya gitu sekarang. Anti sama yang namanya ngemis. Bagus itu, berdiri di atas kaki sendiri. Gw yakin suatu saat nanti anak kecil itu akan jadi orang yang berhasil.
Iya bang tinggal di Bekasi lahir di Jakarta hehehehe, iya semoga aja dia bisa sukses suatu hari nanti.
DeleteSilahkan Berkomentar :)